AEROBIC PONDS ( Benefield and Randall, 1980 )
Kolam aerobik adalah sebuah kolam dangkal yang dapat
ditembus cahaya hingga ke bagian dasarnya, hal tersebut menyebabkan proses
fotosintesis dapat terjadi pada keseluruhan sistem di dalam kolam. Sepanjang
siang hari, akibat adanya proses fotosintesis dan proses aerasi di permukaan
oleh angin akan dihasilkan suplai oksigen dalam jumlah yang besar. Suplai
tersebut akan digunakan sebagai sebagai persediaan selama malam hari. Proses
stabilisasi materi organik yang masuk ke kolam aerobik dilakukan aktifitas
penguraian yang dilakukan oleh bakteri aerob.
Gambar 1. Hubungan yang
Terbentuk antara Alga dan Bakteri di Dalam Kolam Aerobik
A.
Variasi Perhari pada Kolam Aerobik
Proses fotosintesis membutuhkan radiasi sinar matahari.
Oksigen akan dilepaskan selama selang waktu siang hari. Pada malam hari alga
dan bakteri bersama-sama menggunakan oksigen terlarut dan zat-zat organik
sehingga menurunkan sejumlah cadangan oksigen. Hal ini menunjukkan variasi
konsentrasi oksigen dalam air, yaitu tinggi pada siang hari dan menurun pada
malam hari.
Alga memanfaatkan karbon pada proses fotosistesi yang
diperoleh dari hasil respirasi bakteri dalam bentuk karbon dioksida. Selama
proses fotosistesis berlangsung nilai pH akan meningkat. Selama selang waktu
ini sejumlah besar amoniak akan dilepas. Pada malam hari, ketika karbondioksida
dihasilkan dari proses respirasi bakteri dan alga, nilai pH akan mengalami
penurunan. Hal ini menunjukkan hal yang sama seperti yang terjadi pada oksigen,
yaitu nilai pH perhari juga bervariasi. Variasi harian parameter-parameter
tersebut penting untuk diketahui karena salah satunya dapat mengganggu
aktivitas mikroba.
Proses respirasi alga merupakan kejadian yang menarik dan
merupakan suatu bentuk model proses yang rumit. Selama proses fotosintesis alga
bertindak sebagai “pabrik” yang memproduksi zat organik dalam jumlah yang
banyak ke lingkungan. Ketika proses tersebut terhenti, alga memetabolisme
kembali zat yang ia eksresikan tadi memecahnya menjadi CO2.
Kemudian, setelah memperoleh cahaya kembali maka akan tersedia CO2
sebagai salah satu bahan baku pada proses fotosintesis. Abeliovich dan Weismen
(1977) menyatakan bahwa sekitar 15% karbon digunakan sebagai metabolisme
glukosa oleh alga dan sebagian besar lainnya digunakan oleh Scenedesmus obliquus (bakteri) yang tumbuh/berkembang
di dalam kolam oksidasi. Hal ini menunjukkan terdapat peranan alga dalam
penyisihan zat organik namun hanya peranan tersebut hanya sebagian kecil.
B.
Hubungan-hubungan dalam Perancangan
Dikarenakan secara umum pengolahan yang terjadi adalah
secara alami maka pengolahan dengan kolam aerobik tidak memiliki prosedur
perancangan khusus. Walaupun begitu untuk mewujudkan tata laksana yang teratur
maka dibuatlah prosedur tertentu. Metode empiris yang pertama kali dikembangkan
oleh Oswald dan Gotaas (1957) yang memiliki pendekatan yang rasional. Mereka
berasumsi bahwa isi kolam harus tercampur dan tidak ada proses pengendapan
serta dikaitkan pula pada efisiensi penggunaan energi matahari pada permukaan
kolam. Selanjutnya metode tersebut disimpulkan oleh Rich (1963) yang kemudian
dijadikan dasar prosedur perancangan kolam aerobik.
Mengembangkan metode yang dikembangkan oleh Oswald dan
Gotaas (1957) dan mengkombinasikannya dengan kesimpulan yang dikemukakan Rich
(1963) disimpulkan bahwa kesetimbangan penggunaan dan produksi energi yang
dilakukan alga dapat digambarkan melalui persamaan berikut.
Produksi oksigen dan
pertumbuhan alga dapat digambarkan melalui persamaan berikut
Luas permukaan kolam dapat dihitung dengan mensubstitusikan nilai Wa pada persamaan 6-2 ke persamaan 6-1 sehingga,
Satuan pembakaran di dalam sel alga nilainya bervariasi
tergantung dari komposisi sel yang dipengaruhi oleh banyak faktor lingkungan.
Oswald dan Gotaas (1957) menyatakan kandungan panas sel alga dalam bentuk nilai
R :
nilai R menyatakan derajat reduksi/penurunan bentuk material sel
sebagai hail dari proses sintesis dan dapat diestimasikan dari persamaan
berikut.
Jewell dan McCarty (1968) telah melaporkan nilai rata,
maksimum, dan minimum dari elemen mayor yang terdapat di dalam tubuh alga.
Nilai-nilai tersebut dinyatakan dalam persen abu-berat kering, yaitu : karbon
53, 42,9, 70,2; hidrogen, 8, 6,0, 10,5; oksigen 8, 0,6, 16,0; dan fospor 2,0,
0,16, 5,0. Sebagai catatan, kondisi-kondisi pada saat masa pertumbuhan akan
berpengaruh pada masing-masing nilai.
Faktor oksigenasi dipengaruhi oleh komposisi materi organik
yang disintesis alga pada proses fotosintesis. Sebagai contohnya, Oswald dan
Gotaas (1957) dari hasil penelitian mengasumsikan jika komposisi sel alga dalam
kadar debu-berat kering terdiri dari 59,3% karbon, 5,24% hidrogen, 26,3%
oksigen, dan 9,1% nitrogen. Masing-masing persen nilai dibagi dengan berat atom
masing-masingnya sehingga,
Untuk mencegah fraksi dasar kecil dari 1, maka masing-masing
fraksi dikalikan dengan 1,54 sehingga fraksi berat nitrogen menjadi 1.
Struktur sel menjadi C7,6H8,1O2,5N.
Diasumsikan bahwa amoniak, air, dan karbon dioksida diubah menjadi oksigen,
nitrogen, dan karbon pada proses fotosintesis. Secara umum, berikut merupakan
reakasi yang terjadi pada proses fotosintesis (persamaan 6-6).
atau sebagai contoh yaitu (persamaan 6-7).
Dari persamaan diatas, oksigen yang dilepas per unit massa alga
adalah (243,2/153,3) = 1,58. Oleh karena sel alga secara umum tersusun dari 85%
material volatil dan 15% material tetap, maka dihperoleh TSS (terbasuk di
dalamnya nilai abu) sebesar (1,58)(0,85) = 1,34. Untuk kondisi lingkungan
secara umum, nilai p berada pada kisaran 1,25 – 1,75.
Faktor-faktor yang menentukan radiasi sinar matahari yang
diterima permukaan kolam diantaranya adalah (1) faktor musim, (2) elevasi, (3)
letak geografis, (4) kondisi meteorologi.
Sebagian kecil spektrum gelombang elektromagnetik yang dapat
dilihat disebut sebagai sinar tampak dan beberapa bagian dari sinar tampak
tersebut merupakan sumber energi cahaya yang digunakan pada proses
fotosintesis. Nilai energi spektrum gelombang elektromagnetik di beberapa
belahan bumi bagian utara dapat dilihat pada Tabel 1.
Nilai tersebut merupakan nilai ideal, oleh karena itu
diperlukan faktor koreksi untuk ketinggian dan cuaca.
Koreksi untuk Cuaca :
Koreksi untuk Elevasi diatas 10.000 ft
Pada persamaan e menyatakan elevasi diatas permukaan laut dalam ft dan r
fraksi lamanya waktu cerah, yang diperoleh dari perbandingan lamanya siang yang
tidak mendung dengan total waktu siang. Untuk beberapa tempat yang khusus,
kemungkinan total waktu siang pada beberapa bulan dapat diketahui dari gambar
2. Catata yang dikeluarkan oleh Badan Iklim dan Cuaca dapat pula digunakan
untuk memprediksi kejadian cerah atau tidak cerah pada bulan-bulan tertentu.
Ketika intensitas penyinaran lebih kecil daripada nilai
kejenuhan (400 - 600 ft-candles untuk alga), maka tingkat fotosintesis akan
disesuaikan dengan intensitas penyinaran tersebut. Titik jeniuh akan tetap
hingga intensitas cahaya mencapai level inhibitor (pada beberapa tempat berada
pada nilai 1000 dan 4000 ft-candles). Pada titik ini tingkat aktivitas
fotosintesis akan semakin menurun. Sebagai ilustrasi dapat dilihat dari gambar
3. Oswald dan Gotaas (1957) mengusulkan apabila fraksi energi sinar tampak oswald
dan gotaas (1957) mengusulkan bahwa fraksi energi dalam cahaya tampak yang digunakan
dalam fotosintesis alga dapat dihitung dengan persamaan berikut.
Hubungan dalam persamaan 6-10 dapat dilihat pula pada grafik
pada gambar 4. Hal ini perlu lebih dipahami karena penerapan persamaan 6-10
terbatas karena faktor berbagai faktor lingkungan lainnya. Rich (1963)
melaporkan jika efisiensi konversi energi aktual, E, untuk kolam aerobik berada pada range 0,02 – 0,09 dengan
rata-rata 0,04.
Tabel 1 Radiasi Sinar Matahari terhadap
Permukaan Horizontal pada Permukaan Laut dalam Langleys/hari
Tabel 1 (Sambungan)
Gambar
2. Persen Rata-rata Waktu Total Penyinaran Matahari pada Garis Lintang
(Oswald dan Gotaas, 1957)
Untuk mengefektifkan proses pengolahan dengan kolam aerobik,
harus terdapat sejumlah oksigen yang setara dengan kebutuhan oksigen untuk
metabolisme. Oleh karena itu Wo2 dapat disetarakan dengan nilai BOD yang terurai per unit
waktu.
Dengan formula empiris yang diusulkan oleh Oswald (1963),
Roesler dan Preul (1970) yang telah dikembangkan berdasarkan penyisihan BOD di
dalam kolam aerobik :
Gambar 3. Hubungan
Fotosintesis Relatif dari Permukaan Hingga ke Dasar (Bartsch, 1961)
Untuk pengaplikasian persamaan 6-11 dalam perancangan
penting untuk menentukan nilai Io. Oswald dan Gotaas ( (1957)
menyarankan prosedur berikut untuk menghitung nilai Io tersebut.
1)
pilih nilai (SR)max dan (SR)min yang tepat sesuai dengan total radiasi
matahari pada tabel 1.
2)
Koreksi nilai total
radiasi pada melihat faktor cuaca dan elevasinya dengan menggunakan persamaan
6-8 dan 6-9.
3)
Kalikan nilai yang telah
dikoreksi tadi dengan 10.
4)
Kalikan nilai yang
diperoleh pada langkah 3 dengan fraksi waktu penyinaran dari gambar 2. Nilai
yang diperoleh merupakan nilai Io dalam ft-candles.
Gambar 4. Pengaruh
Intensitas Kejenuhan pada Tingkat Penggunaan Cahaya oleh Alga (Oswald dan
Gotaas, 1957)
C.
Pertimbangan-pertimbangan dalam Perancangan
Kriteria perancangan tipikal dari kolam aerobik dapat
dilihat pada tabel 2. Kedalaman yang disarankan untuk kolam aerobik adalah
0,5-1,5 ft (kedalaman dangkal), tujuannya adalah agar keseluruhan kolam dapat
ditembus oleh cahaya sehingga produksi alga dapat terjadi secara maksimal.
Namun disisi lain kolam yang dangkal memiliki beberapa permasalahan. Nusbaum
(1957) melaporkan bahwa terdapat beberapa masalah dalam operasional kolam
aerobik dangkal, diantaranya adalah.
1)
Vegetasi pengganggu :
pada kedalaman kurang dari 3 ft vegetasi air dapat tumbuh dan berkembang.
Selain itu pada kedalaman tersebut genangan air juga dapat menjadi tempat
perkembangbiakan nyamuk.
2)
Permasalahan temperatur :
pada beberapa area di beberapa negara, temperatur kolam akan meningkat terutama
pada musim panas. Tidak sesuainya suhu kolam akan menjadi faktor yang
menghambat pertumbuhan alga di dalam kolam.
3)
Retensi oksigen : pada
saat produksi oksigen meningkat akan tercipta kondisi super saturasi (lewat
jenuh). Pada kondisi ini kolam yang memeiliki kedalaman yang relatif dalam
lebih disarankan.
4)
Pembebanan tiba-tiba :
kolam yang memiliki kedalaman relatif lebih dalam akan memiliki volume yang
lebih besar dan area dispersi yang lebih luas dibandingkan kolam dangkal.
Untuk memperoleh perfoma yang terbaik, muatan kolam harus
diaduk atau dicampurkan setiap periode tertentu. Hal ini untuk mencegah
stratifikasi suhu di dalam kolam. Apabila tidak dilakukan adanya proses
pengadukan pada kolam temperatur permukaan akan lebih tinggi dibandingkan
temperatur dasar kolam. Kemudian massa jenis juga akan terpengaruh. Masa jenis
akan menurun seiring meningkatnya suhu air. Hal ini akan menyebabkan alga yang
bersifat nonmotile (yang tidak dapat
berpindah) akan mengendap pada kedalaman tertentu di bawah permukaan kolam. Selanjutnya
alga yang bersifat motile (dapat
berpindah) akan bergerak menjauhi suhu yang tinggi (permukaan kolam) dan membentuk
suatu lapisan pada kedalaman tertentu yang lebih dalam. Lapisan alga yang
semakin rapat ini akan menghalangi cahaya yang akan masuk ke dalam kolam
sehingga mengurangi fotik zone (zona
cahaya). Akibatnya, oksigen dan penguraian zat organik akan menurun. Angin
menjadi faktor yang paling penting yang memungkinkan terjadinya proses
pengadukan pada kolam. Oleh karena itu, Eckenfelder (1970) menyarankan lebar
kolam sebaiknya berada pada kisaran nilai 650 ft apabila kedalaman kolam
sebesar 3 ft.
Apabila pada pengolahan tidak terdapat pengolahan primer
atau pengolahan pendahuluan, maka menyebabkan sejumlah padatan akan mengendap
pada dasar kolam membentuk lapisan lumpur. Pada kolam yang memiliki kedalaman
yang lebih dalam umumnya akan menyebabkan terjadinya fermentasi metan yang akan
mencegah terjadinya kelebihan lumpur. Namun, penumpukan lumpur merupakan
masalah di kolam aerobik karena organisme metanogen yang bersifat anaerob
biasanya tidak mampu berkembang sampai batas yang signifikan. Sebenarnya
apabila dilakukan pengolahan primer tetap akan menyebabkan terjadinya penumpukan
lumpur, namun relatif lebih lambat dibandingkan apabila tanpa pengolahan
primer.
Oswald dan Gotaas (1957) mengisyaratkan bahwa proses
resirkulasi di dalam kolam aerobik perlu untuk dilakukan, hal ini agar proses seeding alga/perkembanggan alga dapat
berlangsung cepat di dalam effluen baru yang akan diolah. Hal ini juga dapat
meningkatkan konsentrasi DO pada air limbah yang akan diolah. Nusbaum (1957)
menyarankan rasio resirkulasi minimum ketika efluen primer akan diolah yaitu
sebesar 0,5.
Metcalf dan Eddy (1972) menyarankan agar kolam aerobik untuk
kebutuhan individual luas permukaan diperkecil kecil dari 10 ha dengan tujuan
untuk memperkecil putaran arus pendek yang terjadi akibat angin. Untuk
perancangan apabila dibutuhkan luas permukaan yang lebih besar daripada 10 ha
dilakukan dengan pembuatan kolam dengan sistem paralel dimana luas
masing-masing kolam kecil dari 10 ha.
Secara tipikal, kolam aerobik memiliki rasio panjang dan
lebar 2-3 : 1 (Mara, 1976). Tanggul-tangkul pada kolam akan dibuat dengan
kemiringan maksimum dan minimum masing-masing 3 : 1 dan 6 : 1, perhatikan
gambar 5 berikut (dimana n = 3 untuk
kemiringan maksimum dan n = 6 untuk
kemiringan minimum). Ini merupakan prosedur umum yang digunakan untuk
perancangan area kolam dengan kedalaman sedang.
Gambar 5. Potongan
Melintang Kolam Aerobik (Mara, 1976)
Kondisi iklim merupakan pertimbangan utama yang mesti
diperhatikan dalam perancangan kolam. Pada area yang memiliki kondisi beku pada
periode musim dingin volume diisyaratkan cukup untuk menyimpan laju aliran
total selama periode ini. Di beberapa area, kolam dapat berfungsi hanya pada
musim panas dan umumnya materi biologi akan memasuki masa dormansi pada musim
dingin. Menurut Oswald (1972), kolam hanya dapat digunakan terbatas pada area
yang memperoleh radiasi matahari sebesar 100 cal/cm2/day 90%
sepanjang tahun dan tidak terdapat masa beku dalam waktu yang cukup lama.
Sebagai contohnya yaitu 40% daerah di Amerika Utara. Gambar 6 dapat digunakan
untuk menentukan beberapa tempat di Amerika Serikat yang memiliki kondisi yang
sesuai untuk menera;pkan kolam aerobik.
Gambar 6. Kondisi Iklim
di Beberapa Daerah di Amerika Serikat (Dildane dan Franzmathes, 1970)
Kolam aerobik dirancang untuk memaksimalkan produksi alga,
hal ini menyebabkan konsentrasi alga pada efluen setiap kolam akan tinggi. Sebagai
aplikasi dari pengolahan sekunder, nilai tersebut harus dibatasi, yaitu 30 mg/L
untuk tangki pengendapan sekunder atau memiliki nilai BOD5 dan Suspended Solids rata-rata yang rendah
setiap pengukuran perbulan (85% removal) dan 45 mg/L atau memiliki BOD5
dan suspended solid yang rendah pada
setiap pengukuran per 7 hari. Setiap kolam biasanya tidak mampu memenuhi
kritesia suspended solid karena
kandungan alga tersebut. Konsekuensinya, pengolahan dengan kolam ini sebaiknya
dilengkapi pula dengan pengolahan tambahan untuk menyisihkan kandungan alga
yang membutuhkan biaya tambahan dan skill
khusus dalam operasionalnya.
Contoh 1
Setelah pengolahan laju aliran limbah cair memiliki nilai 1
MGD. Air tersebut merupakan air limbah yang berasal dari sebuah kawasan
permukiman kecil di dekat New Orleans, Louisiana (ketinggian 50 ft). Dari
pengolahan primer tadi diharapkan limbah memiliki nilai BOD 200 mg/L. Berapa dimensi kolam yang harus
dirancang untuk menyisihkan 90% BOD jika kriteria perancangan adalah pada
Desember (waktu tertutup awan 50%, suhu rata-rata 45o F)?
Solusi :
Kedalaman kolam memiliki hubungan yang terbalik dengan
kemampuan pengolahannya. Untuk mengolah air limbah yang pekat dibutuhkan
pertumbuhan alga yang baik sehingga sebaiknya diolah pada kolam yang relatif
dangkal, namun sebaliknya air limbah yang tidak terlalu pekat sebaiknya diolah
pada kolam yang memiliki kedalaman relatif lebih besar.
Gambar 7. Hubungan
Kedalaman Aerobic Zone dengan BODu loading (Oswald, 1968)
Hubungan antara kolam aerobik dan BODu loading (lb/ha.day) pada musim gugur digambarkan
pada gambar 7. Kurva tersebut digunakan untuk mencek hasil perhitungan
kedalaman untuk memastikan kolam dapat bekerja. Kurva ini memperlihatkan pada
saat musim dingin kedalaman relatif lebih dangkat dibandingkan pada musim
gugur, sedang pada musim panas kedalaman menjadi lebih besar.[MN]
SUMBER : Benefield, Larry D. , and Randall
Clifford D . 1980 . Biological Process
Design for Wastewater Treatment . United
States of America : Prentice-Hall, Inc .
1 komentar:
Menjual berbagai macam jenis chemical untuk wtp, wwtp, STP Ipal bakteri nutrien dll untuk info lebih lanjut tentang produk ini bisa menghubungi kami di email tommy.transcal@gmail.com
Mobile:081310849918
Posting Komentar